Esposin, SOLO- Sekitar dua pekan setelah diresmikan, Pasar Jongke telah menjadi tempat bertransaksi yang baik bagi sebagian besar pedagang yang dahulunya berasal dari Pasar Jongke maupun Pasar Kabangan.
Namun, bagi sebagian pedagang lainnya, bangunan berwarna putih nan megah yang sempat memukau Presiden Joko Widodo itu rupanya menyimpan berbagai kekurangan yang dikeluhkan para pedagang.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Salah satunya ialah pedagang yang dulunya berasal dari Pasar Kabangan, Aditya. Ia menjual alat rumah tangga berupa dandang dengan beragam bentuk dan ukuran yang membuatnya harus menempati kios di lantai dua, tepatnya di sisi timur pada bagian yang dikhususkan untuk para pedagang Pasar Kabangan.
“Dari bangunannya sama seperti di pasar yang dulu [Kabangan]. Ukurannya, bentuknya, semua sama,” kata dia saat berbincang dengan Esposin di kiosnya di Pasar Jongke, Selasa (6/8/2024) siang.
Begitu pun dengan fasilitas seperti listrik, toilet, dan sebagainya yang menurut dia tidak memiliki masalah. Namun, akses terhadap pelangganlah yang dikeluhkannya.
Kepada Esposin, ia menjelaskan bahwa di pasar yang lama, selain pelanggan tetapnya, tiap hari ia menerima pelanggan eceran setidaknya dengan jumlah minimal tiga pelanggan. Namun, selama dua pekan di pasar baru itu dia kerap kesulitan mendapat pelanggan eceran. “Keblongan [tidak ada pelanggan satu pun] pernah. Kalau ada ya paling 1-2 pelanggan eceran saja,” kata dia.
Aditya menduga hal tersebut terjadi karena lokasi kiosnya yang tertutup tembok sehingga menyulitkan pelanggan untuk menemukan kiosnya. Sebagai perbandingan dengan kiosnya yang lama, letaknya berada tepat di pinggir jalan dan tidak tertutup oleh tembok.
“Ya mungkin juga karena masih baru ya. Tapi kami berharap untuk sosialisasi dibuat oleh pengelola pasar [Jongke] agar masyarakat tahu kalau [pedagang] Pasar Kabangan ke sini,” kata dia.
Sosialisasi yang lebih masif perlu dilakukan karena menurut dia masih warga yang belum tahu kalau pedagang Pasar Kabangan juga telah berpindah ke Pasar Jongke pasca pembugaran besar-besaran.
“Apalagi namanya kan cuma Pasar Jongke, takutnya warga mengira hanya untuk pedagang yang dulu di Pasar Jongke saja. Padahal kami [pedagang Pasar Kabangan] juga di sini,” kata pedagang asal Ceper, Klaten itu.
Sementara, saat ditanya apakah ada upaya dari pihaknya sendiri untuk menyosialisasikan kepindahan itu kepada masyarakat baik melalui media sosial atau yang lainnya, ia menjawab bahwa hanya baru menyampaikan lokasi kios barunya kepada pelanggan tetapnya saja.
“Biasanya yang begitu [sosialisasi] dari paguyuban. Tapi ini enggak tahu apa sudah sosialisasi atau belum,” jelasnya.
Keluhan yang agak berbeda datang dari salah satu pedagang daging yang mengelola penggilingan daging di Pasar Jongke, Rony. Area penggilingan daging tepatnya berada di belakang pasar.
Ia menyampaikan bahwa butuh penambahan daya listrik agar mesin penggilingnya bisa berjalan dengan lancar karena saya listrik yang ada saat ini menurut dia belum mampu mendukung operasionalnya secara maksimal.
“Kalau dipaksa menggunakan diesel tambahan sendiri takutnya malah dagingnya terkontaminasi,” kata dia.
Karena itu, ia berharap perhatian dari pihak pengelola, mengingat ke depannya peluang bertambah banyaknya pelanggan sangat mungkin terjadi.