SRAGEN—Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen menemukan makanan mengandung formalin dan obat tergolong daftar G dan K beredar di masyarakat tanpa resep dokter.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, DKK Sragen, P Tondo, menuturkan makanan mengandung formalin ditemukan di Pasar Bunder dan toko penjual makanan di Jl Sukowati. Kandungan formalin terdapat pada makanan basah, seperti puding dan kue lapis buatan industri rumah tangga dan sosis dengan merek tertentu. Puding yang dimaksud dikemas menggunakan mangkuk plastik bening. Sedangkan sosis yang dikatakan mengandung formalin memiliki tampilan warna merah menyala. Tondo membeberkan makanan itu diproduksi dari luar Sragen.
Kandungan formalin pada puding mencapai 1,5 mg/liter demikian hal kue lapis berwarna putih, cokelat, merah dan hijau. Sedangkan kue lapis warna lain dan sosis hanya mengandung formalin sebanyak 1,0 mg/liter.
“Operasi makanan dilakukan satu bulan lalu setelah mendapat laporan warga. Hasil pemeriksaan rhodamine dan borak negatif. Makanan mengandung formalin. Kami membuat laporan untuk Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Koperasi dan UMKM. Rencana mengambil sampel bahan pembuat makanan. Kami sebatas memberikan peringatan dan himbauan supaya tidak menjual makanan itu. Kami tidak berwenang menutup toko maupun lapak,” kata dia saat ditemui Esposin, di ruang kerja, Selasa (6/11/2012).
Bukan hanya makanan, DKK juga menemukan obat termasuk daftar G dan K beredar bebas di masyarakat. Idealnya, kedua jenis obat dikonsumsi dengan resep dokter. Beberapa contoh obat dalam daftar K adalah Dexametason, CTM, Antalgin, Neuralgin, Supertetra dan lain-lain. DKK melakukan operasi di 35 pasar, dua terminal di 20 kecamatan di Sragen. Mereka mendatangi 211 pedangan dan melakukan pendataan pada 371 item. Tondo memaparkan mayoritas obat yang dijual bebas di masyarakat dalam kategori daftar K, G maupun jenis lain dalam kondisi rusak dan kedaluarsa.
“Masalah lain adalah obat yang beredar di masyarakat tidak memiliki label. Kami harap masyarakat jeli saat mengonsumsi obat. Lihat tanggal kadaluarsa, setelah itu baca indikasi apakah mampu meredakan keluhan dan efek samping. Kami sudah memperingatkan pedagang. Apabila tidak diindahkan dapat memroses pencabutan izin usaha pada dinas terkait.”