Esposin, BOYOLALI--Seluas 6.500 hektare lahan di Boyolali masuk kategori lahan kritis. Luasan ini sudah berkurang cukup signifikan dibandingkan lima tahun lalu dengan lahan kritis mencapai 17.000 hektare.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Kabid Kehutanan Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan (Dispertanbunbut) Boyolali, Sugiyarto, menjelaskan berdasarkan data dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Bengawan Solo dan Jragung, Tuntang, Serang, Lusi, dan Juana (Jratunseluna), lahan kritis berada di lahan penyangga wilayah lereng Gunung Merapi dan Merbabu di wilayah Kecamatan Musuk, Cepogo, dan Selo.
Lahan kritis berada di lereng dan jurang di kawasan Gunung Merapi dan Merbabu yang secara topografi sulit dijangkau dan jauh dari permukiman warga.
Dispertanbunhut akan terus mengurangi luasan lahan kritis dengan penghijauan. Menurut Sugiyarto, penghijauan memiliki fungsi ganda. Selain sebagai konservasi pelestarian lingkungan, pelestari iklim, pelestari sumber air, dan pelestari udara, penghijauan juga berfungsi bagi masyarakat untuk diambil buah maupun kayu.
Tahun ini akan ada kegiatan pengkayaan sarana penghijauan atau penambahan volume tanaman di lahan yang telah dilakukan penghijauan. “Jadi, volume tanaman ditambah di tempat yang sudah dilakukan penghijauan misalnya dalam satu kawawsan penghijauan telah ditanami 10.000 pohon dan pada tahun ini akan ada penambahan jumlah tanaman,” kata Sugiyarto, dalam keterangan tertulis yang diterima Esposin, Selasa (19/1/2016).
Pada 2010 lalu, lahan kritis di Boyolali mencapai 17.000 hektar yang tersebar di wilayah Kecamatan Wonosegoro, Musuk, Cepogo, Juwangi, dan sejumlah kecamatan. Namun dengan program penghijauan yang dilaksanakan oleh Kabupaten Boyolali dan bantuan corporate social responsibility (CSR) dari berbagai pihak, lahan kritis berkurang 10.500 hektar dan masih tersisa 6.500 hektar.
“Perusahaan besar di Boyolali dan sejumlah perbankan berpartisipasi menyumbang pohon untuk penghijauan di Boyolali,” tambah dia.