Esposin, SRAGEN -- Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran dikritik karena dianggap tidak banyak menyerap tenaga kerja dari kalangan warga sekitar.
Kalangan kelompok sadar wisata (pokdarwis) menilai para pekerja di BPSMP Sangiran justru didominasi dari luar daerah. Warga sekitar seakan dilupakan meski sudah merintis berdirinya museum di Balai Desa Krikilan pada era 1970-an.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
WHO Peringatkan Tak Ada Negara Benar-Benar Aman dari Virus Corona
Kegelisahan pokdarwis itu disampaikan dalam audiensi dengan Komisi II DPRD Sragen belum lama ini.
"Berdirinya museum tidak lepas dari jerih payah warga sekitar. Oleh sebab itu, warga berharap keberadaan museum itu bisa menjadi berkah buat mereka. Warga ingin mereka diberdayakan sebagai pegawai di BPSMP Sangiran," kata Ketua Komisi II DPRD Sragen, Haryanto, kepada
Potensi Ekspor Terbuka, Janggelan Bisa Menjadi Produk Andalan Wonogiri
Kasubag Tata Usaha, BPSMP Sangiran, Ratna Sri Panglipur, mengatakan saat ini terdapat 66 pegawai negeri sipil (PNS) dan 217 tenaga kontrak bekerja di bawah naungan BPSMP Sangiran.
Mereka terbagi di lima klaster museum manusia purba yakni Klaster Krikilan, Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, Klaster Manyarejo, dan Klaster Dayu.
Arab Saudi Terancam Kehilangan Triliunan Rupiah dari Umrah
Menurutnya, BPSMP Sangiran hanya berwenang mengajukan kuota kekurangan pegawai kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB).
"Kami hanya bisa mengusulkan, yang menyelenggarakan seleksi itu pemerintah pusat. Kalau itu seleksi PNS sifatnya terbuka untuk umum. Warga dari Kalimantan pun bisa mengikuti seleksi jadi PNS di sini. Jika ada warga sekitar yang lolos seleksi ya akan diterima," papar Ratna.
Eks Tukang Rosok di Klaten Kantongi Rp80 Juta/Bulan dari Jualan Sup Ayam
Ratna menegaskan untuk tenaga honorer tetap memprioritaskan warga sekitar. Dia mengaku hanya menerima surat lamaran dari warga sekitar untuk mengikuti seleksi sebagai tenaga honorer.
Ratna mengakui jumlah SDM yang mengelola lima klaster museum cukup besar sehingga memengaruhi besarnya belanja gaji setiap bulan.
"Untuk gaji pegawai, kami harus mengeluarkan hampir Rp500 juta/bulan. Sementara PAD yang kami terima itu sekitar Rp480 juta [pada 2019]," terang Ratna.