(Esposin)--Kabupaten Wonogiri yang kerap dianggap sebagai daerah kekeringan ternyata menyimpan banyak potensi seperti pariwisata, budaya, bahkan sentra penghasil buah-buahan. Salah satunya di Desa Waleng, Kecamatan Girimarto yang memiliki beberapa hasil bumi berupa buah-buahan. Mulai dari rambutan, mangga, durian bahkan kakao.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Kepala Desa Waleng, Slamet Riyanto, mengatakan hampir seluruh warga di desa itu memiliki Pohon Kakao di pekarangan rumah. Jika musim panen, warga dapat memanen antara tiga hingga lima kilogram untuk sekali panen. Dan setiap dua atau tiga hari selalu ada buah yang matang. Setelah dipanen, biasanya kakao itu langsung dijemur dan kemudian dijual ke pedagang lokal.
“Saat ini sistem penjualan kakao masih perorangan karena belum ada pengepul yang mampu membeli kakao dengan harga yang lebih tinggi. Jadi, harga yang dipatok selalu sama mulai Rp 14.000-Rp 15.000 per kilogram,” terangnya saat ditemui Espos di kediamannya, Minggu (6/11/2011).
Biasanya pedagang yang mengambil kakao itu hanya hari pasaran dalam penanggalan Jawa yakni Legi dan Wage.
Seorang petani Kakao, Sodikin, 75, mengatakan saat musim panen, ia bisa memanen tiga hingga lima kilogram kakao untuk sekali panen. Harga jualnya mulai Rp 10.000-Rp 14.000 per kilogram sesuai kecil dan besar buah serta kualitas. Di pekarangannya yang memiliki luas sekitar satu hektar itu, ia memiliki 25 Pohon Kakao.
“Saat ini hanya terkendala hujan dan lalat buah. Jika hujan terus turun, maka bunga banyak yang gugur dan tidak menjadi buah. Sedangkan lalat buah membuat kakao berwarna hitam dan mengeras,” paparnya saat ditemui Espos di kediamannya, Minggu.
Selain Kakao, Waleng juga menjadi salah satu desa penghasil durian lokal. Menurut Slamet, hasil panen durian di setiap rumah warga dapat menghasilkan keuntungan minimal Rp 400.000. Uniknya, setiap warga akan menjual durian itu saat buah telah jatuh dari pohon atau matang secara alami.
“Kami memang tidak ingin menjual dengan sistem ijon (dipesan saat masih mentah-red) pada tengkulak. Kami tidak mau mengecewakan pembeli yang datang dari jarak jauh,” jelasnya.
Untuk buah lain seperti rambutan, warga tidak banyak yang menanam lagi karena harga yang tidak seberapa jika panen melimpah. Saat ini hanya ada beberapa warga yang masih menanam pohon rambutan sekadar untuk mengisi pekarangan rumah.
(Ayu Abriyani KP)