Esposin, SUKOHARJO--Kabupaten Sukoharjo menyimpan kekayaan makanan/oleh-oleh dan minuman khas. Penganan khas itu selalu diserbu para pemudik pada momentum Lebaran seperti sekarang ini.
Bagi perantau, menikmati kuliner khas sama halnya menuntaskan rasa kangen yang telah lama dipendam selama diperantauan.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Tak jarang mereka membawa oleh-oleh asli buatan orang Sukoharjo ke perantauan agar di sana tetap dapat menikmatinya. Memakan penganan itu mengingatkan mereka pada kampung halaman, pada kebersamaan dengan keluarga, pada keseruan sewaktu masih menjalani hari-hari di kampung halaman.
Mau tahu kuliner atau penganan yang bikin para perantau selalu kangen pada kampung halaman? Berikut ulasannya berdasar informasi dari berita Esposin sebelumnya dan dari sejumlah sumber lain yang dikutip, Sabtu (22/4/2023).
1. Gempol Pleret.
Gempol pleret adalah minuman yang terdiri atas dua isi utama yakni gempol berbentuk bulatan pipih berwarna putih terbuat dari tepung beras dengan rasa gurih.
Isian utama lainnya adalah pleret berbentuk lembaran kecil berwarna cokelat dengan rasa manis karena dibuat menggunakan gula aren. Dua isian itu dipadukan dengan santan dan es batu.
Perpaduan gurih dari gempol dan santan serta manis dari pleret menciptakan cita rasa unik saat dimulut dan tentunya segar. Seiring berjalannya waktu, pedagang membuat pleret dengan sirup sebagai pengganti gula aren sehingga berwarna mencolok yang menambah menarik.
Gempol pleret adalah minuman khas Sukoharjo yang masih lestari hingga kini. Sejumlah warga Desa Karangwuni, Kecamatan Polokarto masih setia memproduksi gempol pleret hingga sekarang. Mereja menjualnya dengan cara berkeliling.
Gempol pleret ini juga banyak ditemukan di Semarang. Hal itu lantaran banyakwarga Desa Karangwuni yang merantau ke Semarang dan menjual gempol pleret.
2. Alakathak.
Tidak semua wilayah di Sukoharjo terdapat kuliner khas yang satu ini karena hanya terdapat di Kecamatan Weru. Pedagang pun menjualnya hanya pada pasaran tertentu.
Alakathak dapat dijumpai di sejumlah pasar di wilayah paling selatan Sukoharjo itu seperti Pasar Watu Kelir dan Pasar Tawang.
Kuliner dengan nama unik ini disebut sebagai obat kangen para perantau yang berasal dari Weru dan sekitarnya. Tak sedikit perantau yang pulang kampung langsung memborong alakathak untuk dinikmati bersama keluarga.
Penganan ini terdiri atas tempe yang terbuat dari mlanding atau lamtoro dan mi berbahan utama tepung kanji yang berasal dari gaplek (singkong yang dikeringkan).
Mi berukuran agak besar dengan tekstur kenyal. Ada alakathak dengan mi berwarna putih. Ada pula mi yang berwarna kuning.
Penganan itu dijual dengan dikemas menggunakan daun jati. Ya, sesederhana itu. Alakathak enak disantap dengan dipadukan dengan lombok.
Bagi warga Weru, terutama kalangan dewasa dan tua, menyantap kuliner sederhana itu nikmatnya tak terhingga. Bukan semata karena rasanya, tetapi juga karena penganan tersebut bisa mengobati kangen kampung halaman.
3. Jenang Krasikan.
Satu lagi penganan khas Sukoharjo, yakni jenang krasikan. Makanan tradisional ini diproduksi warga Kedunggudel, Kenep, Kecamatan Sukoharjo hingga kini.
Jenang krasikan termasuk jajanan pasar yang berbahan dasar beras ketan, gula merah, kelapa parut, dan santan. Untuk menambah cita rasa jenang krasikan biasanya diberi tambahan jahe dan kayu manis, sehingga menghasilkan perpaduan rasa gurih dan manis di mulut.
Selain itu, ketika dimakan jenang krasikan terasa legit dan krenyes-krenyes yang membuat sensasi tersendiri saat disantap.
Penganan ini juga bisa dijadikan oleh-oleh. Tak sedikit perantau yang membawa jenang krasikan ke saat kembali ke perantauan seusai berlebaran di kampung halaman.
4. Kue Bangket.
Kue Bangket merupakan kue kering legendaris asli dari Kedunggudel, Kenep, Sukoharjo. Kue ini ada sejak zaman dahulu dan kini hanya ada satu warga yang masih mempertahankan tradisi membuat kue bangket.
Penjaga tradisi itu bernama Siti Alimah. Dia membuat kue bangket yang diberi merek Mbah Demang. Siti merupakan generasi ketiga yang meneruskan tradisi membuat dan menjual kue bangket.
Siti pun hanya melayani pesanan oleh karena itu dia tak memproduksi dalam jumlah besar. Pelanggannya mayoritas perantau yang pulang kampung untuk dinikmati di kampung bersama keluarga dan dibawa ke perantauan.
Siti juga melayani pembelian di rumah. Dia tidak memasarkannya secara online maupun di warung-warung. Siti juga masih mempertahankan resep asli kue bangket, yakni tepung, gula, telur, kelapa, dan susu tanpa ada campuran tambahan.
Kue bangket berwarna cokelat dan berbentuk bintang. Kue ini dijual seharga Rp160.000 hingga Rp170.000/kg. harga tersebut ditetapkan berdasarkan proses pembuatan yang tidak mudah serta harga bahan baku yang naik.