Esposin, SOLO--Kalangan budayawan menilai wacana Pemerintah Kota (Pemkot) Solo memanfaatkan Ndalem Joyokusuman sebagai pusat seni dan budaya di Kota Bengawan butuh pertimbangan matang.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Pengelola Balai Soedjatmoko Bentara Budaya Solo, Yunanto Sutyastomo, menuturkan saat ini ruang budaya di Kota Solo sudah cukup banyak.
“Solo sudah ada Sriwedari, Taman Balekambang, Taman Budaya Jawa Tengah, dan lain-lain. Dari pada membuka ruang budaya baru, kenapa tidak memaksimalkan pengelolaan potensi yang sudah ada dulu,” katanya saat berbincang dengan Esposin, Rabu (20/1/2016).
Anto, sapaan akrabnya, juga menyoroti kegagalan sejumlah pengelola ruang budaya yang tidak mampu merawat kontinuitas program acaranya. “Yang lebih dipikirkan itu pemanfaatannya. Program berkelanjutan harus dipikirkan betul untuk menghidupkan ruang budaya. Jangan sampai ada kejadian seperti acara rutin di Museum Radya Pustaka yang harus mandek ketika suntikan dana berhenti,” katanya.
Sementara itu, Ketua Presidium Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN), Agus Anwari, mempertanyakan kemampuan Pemkot Solo dalam memelihara bangunan seluas 11.000 meter2 lebih itu apabila ingin memanfaatkan bangunan hibah Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut.
“Dari sisi anggaran pemeliharaan Pemkot mungkin akan keteteran. Hla wong memelihara dua keraton yang ada di sini saja berat. Sampai sekarang bangunan dua istana itu banyak yang rusak dan belum tersentuh bangunan Pemkot,” terangnya.
Agus menyarankan pemerintah menggandeng pihak ketiga untuk pengelolaan dan pemeliharaan agar mimpi menjadikan istana megah peninggalan Paku Buwono (PB) X tersebut sebagai pusat seni dan budaya di Kota Bengawan bisa terwujud. “Kalau memang keberatan, Pemkot bisa menggandeng pihak lain. Pemkot tetap sebagai pemilik aset, biar pihak lain yang merawat dan mengelola,” ujarnya.
Menurut Agus, bekas rumah pimpinan Bulog Widjanarko Puspoyo yang tersangkut kasus korupsi itu layak dijadikan pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, dan pusat seni budaya terpadu. “Kami benar-benar berharap bangunan ini bisa dimanfaatkan sebagai pusat edukasi sejarah. Anak-anak sekolah biar mengetahui bagaimana kehidupan pangeran keraton zaman dulu seperti apa,” bebernya.