Sragen (Esposin) - Konflik yang muncul terkait aksi sepihak FPKKS Sragen untuk membangun rumah bagi warga miskin di lahan PTPN IX mendapat tanggapan Kantor Kesbangpollinmas Sragen. Kepala Kesbangpollinmas, Wangsit Sukono, Senin (10/10/2011), turun tangan meninjau lokasi tempat aksi sepihak yang digelar seratusan aktivis Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS) Sragen, Minggu (9/10/2011) lalu.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Dia memiliki alternatif solusi, yakni dengan memberi ganti rugi kepada warga yang saat ini ditumpangi Sugino atau mencarikan tanah kas desa. Dia mengaku akan menyurvei beberapa lokasi untuk tempat tinggal Sugino.
Sementara, tanah berukuran 9×7 meter itu terletak di pinggir Dukuh Bayanan RT 14, Desa Bayanan, Sambirejo, Sragen. Di tanah tempat aksi sepihak yang dilakukan aktivis FPKKS Sragen itu masih tertancap bambu setinggi tiga meter dengan bendera merah putih. Tak jauh dari tempat itu terdapat tumpukan kayu sengon yang sudah dibentuk tiang untuk soko guru calon bangunan rumah untuk Sugino, 30, seorang tuna wisma di dukuh itu.
Puluhan bambu-bambu untuk usuk rumah pun sudah tersedia dalam beberapa ikatan besar. Tumpukan bambu itu berasal dari bantuan warga Bayanan dan sejumlah warga lainnya yang dikoordinasi FPKKS Sragen. Semua aktivitas pendirian rumah terhenti. Para tukang yang membuat tiang-tiang penguat soko guru pun juga tak terlihat lagi.
“Bantuan bambu terus berdatangan hingga hari ini dari berbagai desa. Pendirian rumah itu bukan inisiatif Sugino seorang, melainkan inisiatif semua warga yang peduli terhadap nasib Sugino,” celetuk Mitro Kasiman, 59, tetangga Sugino yang ditemui di lokasi .
Sugino dan istrinya Ngusmiyati, 32, sementara tinggal di rumah milik kerabat mereka di lingkungan RT 14 itu. Sebuah gubuk berdinding gedek berukuran kecil itu dihuni Sugino, istri dan kedua anaknya yang masih kecil. Mereka tak memiliki pekerjaan tetap. Sumber penghasilan keluarganya hanya dengan buruh serabutan atau memanfaatkan lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX untuk menanam tanaman pangan secara tumpang sari.
“Dulu lahan PTPN IX yang sekarang ditanami pohon sengon itu merupakan perkampungan penduduk. Saat itu saya masih kecil. Penghuninya mencapai 100 orang lebih di perkampungan yang dikenal dengan nama Dukuh Tlukan. Tapi lambat laun rumah di wilayah itu lenyap dan berubah menjadi hutan sengon gersang,” tegas Mitro yang didampingi beberapa warga lainnya.
Sugino menyatakan hanya bisa mengikuti kehendak warga. “Saya tidak tahu mau bagaimana lagi. Saya orang tidak mampu. Untuk kebutuhan hidup, saya menggaduh kambing. Kadang juga buruh seadanya. Kalau disuruh pindah, ya pindah ke mana,” ujar Sugino.
trh