Pada 1952 silam, di sebuah aula yang kini digunakan SMPN 10 Solo terbentuj organisasi guru yang dikenal dengan nama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Berada di kompleks SMPN 10 Solo, keberadaan Monumen Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak begitu tampak dari Jl. Kartini, depan kompleks sekolah tersebut. Sebagian tertutup oleh pagar SMPN 10.
"Sayangnya selama ini perawatan hanya dibebankan di PGRI kota. Provinsi tidak pernah memberi subsidi, pusat juga belum pernah."Untuk memasuki kawasan monumen, pengunjung harus memasuki gerbang SMPN 10 terlebih dahulu. Memang tidak ada akses khusus menuju monumen yang diresmikan pada 2007 silam oleh Wakil Presiden, Jusuf Kalla.
Monumen PGRI itu terdiri atas tugu dan sebuah bangunan semacam aula. Saat Esposin mengunjunginya, Selasa (26/8/2014), kondisinya terlihat cukup bersih. Namun penggunaannya bukan hanya untuk sekretariat PGRI. Aula tersebut juga digunakan dua sekolahan yang mengapitnya, yaitu SMPN 10 dan SMPN 3.
Di Tangan PGRI Ketua PGRI Solo, Sugiyaryo, mengatakan hak pakai bangunan yang kini menjadi Monumen PGRI ada di tangan PGRI pusat. Kemudian dari PGRI pusat didelegasikan kepada PGRI provinsi dan PGRI kota untuk pemeliharaannya.
"Sayangnya selama ini perawatan hanya dibebankan di PGRI kota. Provinsi tidak pernah memberi subsidi, pusat juga belum pernah," papar dia saat ditemui Esposin di kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), Selasa (19/8/2014).
Untuk menyiasati kondisi tersebut, sambung dia, PGRI kota pun menggunakan salah satu bagian aula. Selain itu PGRI Solo juga bekerja sama dengan SMPN 10 dan SMPN 3.
"Sementara ini SMPN 10 memanfaatkan bangunan untuk latihan karawitan dan kantor kepala sekolah. Itu juga dalam rangka melakukan perawatan. Sebab kalau tidak ditempati kan rusak. Jadi untuk perawatan tidak ada masalah," lanjut Sugiyaryo.
Monumen PGRI di kompleks SMPN 10 dan SMPN 3 Solo. Bangunan yang dulunya digunakan untuk Sekolah Keputrian Van de Venter itu kini telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) namun keberadaannya terabaikan. (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos)