Kian seringnya penggunaan kawasan bangunan benda cagar budaya (BCB) itu mengundang kekhawatiran, terutama soal konstruksi bangunan. Kritik pun datang dari pemerhati sejarah dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Tunjung Wahadi Sutirto. Tunjung mempersoalkan belum adanya tim teknis yang membeberkan perhitungan ketahanan bangunan yang berdiri sejak 1745 silam ini.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
“Melihat banyaknya agenda yang masuk Benteng Vastenburg belakangan ini, sangat disayangkan. Mulai agenda agamis sampai agenda budaya masuk benteng semua. Padahal belum pernah diadakan kajian teknis terkait ketahanan konstruksi BCB ini. Penggunaan bangunan secara terus-menerus bisa memberikan tekanan untuk bangunan benteng,” kata Tunjung ketika berbincang dengan Esposin, Senin (30/9/2013) siang.
Menurut Tunjung, seharusnya pemerintah mengambil tindakan antisipatif sebelum menentukan kebijakan pemanfaatan bangunan berlabel BCB. “Sebenarnya bukan bermaksud menghalang-halangi penyelenggaraan agenda di sana, tapi jangan sampai ada ketidaktahuan mengenai ketahanan bangunan lama yang bernilai sejarah ini,” ujarnya.
Tunjung berharap pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah segera mengambil langkah terkait penggunaan BCB di pusat Kota Solo ini. “Saat ini tekanan dari massa [pengunjung], getaran dari instrumen musik, hingga parkir kendaraan, belum terarah. Semoga lekas dikaji oleh instansi terkait,” pungkasnya.