KARANGANYAR-Sebanyak 34 titik di delapan wilayah Kecamatan di Kabupaten Karanganyar teridentifikasi rawan longsor. Delapan wilayah kecamatan itu yakni Jatipuro, Jatiyoso, Tawangmangu, Matesih, Karangpandan, Ngargoyoso, Kerjo dan Jenawi.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Wilayah yang mempunyai paling banyak lokasi rawan longsor yakni Jenawi dan Ngargoyoso dengan berturut-turut tujuh dan enam titik.
Informasi yang dihimpun espos.id di Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar, Rabu (5/9), mengantisipasi terjadinya musibah telah dipasang 13 unit alat early warning system (EWS). Alat tersebut bisa memberikan sirine peringatan bila terjadi gerakan tanah hingga 20 sentimeter.
Bila hal itu benar-benar terjadi, jejaring pemerintah di desa dan kecamatan diklaim sudah tahu harus berbuat apa.
Kepala BPBD Karanganyar, Aji Pratama Heru K, saat ditemui espos.id di kantornya meminta pemerintah desa (Pemdes) menjaga dan merawat dengan baik alat EWS.
Sebab keberadaan alat itu sangat penting untuk pemantauan kondisi wilayah rawan musibah longsor. Kesalahan sedikit dalam pengawasan titik rawan longsor bisa mengakibatkan dampak fatal.
“Alat ini masih terbatas jumlahnya. Baru bisa dipasang di titik yang paling rawan longsor. Jadi bila nanti terjadi gerakan tanah 20 sentimeter saja alat ini akan berbunyi,” katanya.
Dia menguraikan sejumlah titik rawan longsor yang sudah dipasangi alat EWS seperti Desa Tengklik dan Mogol, Tawangmangu; Desa Menjing, Jenawi; Plosorejo dan Gempolan, Kerjo serta Gerdu, Karangpandan.
Pada bagian lain tim dari Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Indonesia telah merampungkan misi mereka meneliti kondisi lereng Gunung Lawu. Tim yang terdiri dari Jeff Glick dan Ivy Christine itu memberikan beberapa rekomendasi kepada Pemkab Karanganyar terkait kondisi lereng Lawu. Sebab menurut penelitian mereka proses pelapukan alami bebatuan di lereng Lawu benar-benar menjadi potensi ancaman bencana. Pelapukan bisa memicu terjadinya gerakan tanah baik berupa luncuran atau rayapan.
Untuk itu mereka merekomendasikan peningkatan kemampuan tenaga BPBD dan organisasi sukarelawan, peningkatan kerja sama dengan perguruan tinggi dan pusat studi bencana (PSB), optimalisasi peran Pusat Pengendalian Operasi, serta ketentuan keterlibatan lembaga swadaya masyarakat (LSM) luar negeri.