Esposin, SOLO — Masih banyaknya kasus pernikahan usia anak menjadi tantangan utama Pemerintah Kota Solo untuk mencapai target predikat Kota Layak Anak (KLA) kategori Paripurna. Selama enam tahun terakhir, Solo hanya mentok pada KLA kategori Utama.
Terdapat lima kategori KLA yakni pratama, madya, nindya, utama, dan paripurna. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Solo, Purwanti, mengatakan Solo meraih predikat KLA utama enam kali berturut-turut.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Dia mengatakan ada keinginan untuk mencapai KLA paripurna dengan proyeksi jangka panjang bisa tercapai dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Namun, dia mengakui masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi.
“Mudah-mudahan lima tahun ke depan bisa, KLA paripurna menjadi target jangka panjang. Mempertahankan ini [KLA utama] saja juga berat. Baru delapan kabupaten/kota yang meraih penghargaan KLA Utama di seluruh Indonesia,” kata dia kepada Espos.id, belum lama ini.
Purwanti mengatakan salah satu syarat agar mencapai KLA paripurna adalah harus bebas dari pernikahan usia anak atau pernikahan dini. Dia mengatakan usia anak yakni 0-18 tahun. Menurutnya, sejauh ini pernikahan usia anak di Kota Solo ada sekitar 119 kasus.
Dia mengatakan ada upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka pernikahan dini. Beberapa langkah yang dilakukan seperti penguatan ketahanan keluarga melalui Bina Keluarga Remaja dan Forum Genre.
“Itu merupakan bagian dari upaya kami juga. Selain itu penguatan kesehatan mental, kesehatan reproduksi pada remaja karena mereka ternyata rendah sekali untuk pemahaman kesehatan reproduksi,” kata dia.
Meski pernikahan usia anak merupakan tantangan terberat mencapai KLA paripurna, Purwanti mengatakan masih ada tantangan lainnya seperti kekerasan terhadap anak dan anak putus sekolah.
“Masih ada faktor yang lain terkait dengan kasus-kasus kekerasan [terhadap anak] juga masih muncul, ada anak yang terpaksa putus sekolah, artinya anak di usia sekolah ada yang belum mengenyam pendidikan, ada juga anak yang terpaksa bekerja,” kata dia.
Upaya yang dilakukan untuk mencapai KLA paripurna tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pemkot. Dia menekankan pentingnya menggandeng pemangku kepentingan lain, termasuk melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan Non-Government Organization (NGO).
“Karena pemenuhan hak anak itu dilakukan dari semua pemangku kepentingan, dari sektor pendidikan, kesehatan, agama, dan lainnya,” kata dia.