Esposin, SRAGEN — Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Cabang Sragen menyatakan keabsahan pernikahan harus disahkan lembaga berwenang. Dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) di bawah Kementerian Agama (Kemenag) bukan perseorangan.
Atas dasar itulah, APRI Sragen meminta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Sragen memperhatikan aspek keabsahan dalam pernikahan siri.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Penjelasan itu disampaikan Ketua APRI Cabang Sragen Nurwafi Hamdan saat dihubungi Esposin, Senin (18/10/2021). Dia menerangkan pernikahan siri itu tidak tercatat secara resmi di KUA karena pernikahan siri itu mayoritas bermasalah. Dia menerangkan ketika Dispendukcapil mengeluarkan dokumen administrasi kependudukan (adminduk) berupa kartu keluarga (KK) dengan keterangan pernikahan belum tercatat itu secara tidak langsung memberi kesimpulan atas pernikahan seseorang.
Baca Juga: Sukarelawan Ganjar Sragen Mulai Bergerak, Gelar Aksi Bangun Talut
Dia menjelaskan rekomendasi di tingkat Jateng itu supaya Dispendukcapil memperhatian aspek keabsahan dalam kasus pernikahan siri. Dia mengatakan yang mengabsahkan pernikahan itu lembaga berwenang bukan persorangan.
“Lembaga berwenang itu KUA. Pernikahan yang tidak tercatat di KUA maka dianggap pernikahan tidak sah. Memahami pernikahan itu tidak sekadar sesuai dengan agama tetapi juga harus berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku,” jelas Nurwafi yang juga Kepala KUA Tanon.
Baca Juga: WTP 6 Kali Beruntun, Sragen Dapat Insentif Rp14 Miliar Tahun Depan
“Prinsipnya dalam UU Adminduk itu sama, belum mengakui. Tetapi Ditjen Dukcapil memfasilitasi dalam dokumen KK bila pernikahan siri itu pernikahan yang belum dicatat. Saya kira ini masalah tafsir saja, seakan-akan Dispendukcapil mengesahkan, padahal tidak,” ujar Adi.
Adi akan mencermati persoalan itu dalam kolom kartu tanda penduduk (KTP) terkait status pernikahan siri ini. Dia mengatakan status dalam kolom KTP itu wewenangnya ada di pusat bukan di daerah. Dia berpendapat selama ini UU menganut perkawinan tunggal.
“Soal pernikahan yang belum tercatat itu diatur dalam UU,” katanya.