Esposin, SOLO - Fasilitator dana pembangunan kelurahan (DPK) meminta alokasi DPK 2015 dinaikkan dua kali lipat.
Pasalnya, DPK saat ini dinilai belum mampu mengakomodasi pembangunan infrastruktur di setiap kelurahan lantaran banyak terserap untuk kegiatan nonfisik dan biaya kelembagaan.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Fasilitator Kelurahan Jebres, Kun Prastowo, saat ditemui Menurut dia, alokasi DPK baru naik pada 2013 dari Rp10 miliar menjadi Rp13 miliar setelah dana operasional RT/RW masuk dalam DPK. “DPK Rp350 juta itu digunakan untuk biaya kelembagaan tingkat kelurahan sebesar 40%. Lembaga-lembaga seperti LPMK [Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan], Pokdarwis [Kelompok Sadar Wisata], dan lembaga setingkat menjadi beban DPK. Sisa dana 60% itu pun masih dibagi lagi untuk kegiatan nonfisik sebesar 40%. Praktis kegiatan pembangunan infrastruktur hanya Rp75 juta/kelurahan,” ujar Kun. Dia menguraikan dengan alokasi dana pembangunan infrastruktur Rp75 juta itu bila dibagi rata untuk 36 RW di Kelurahan Jebres, maka masing-masing RW hanya mendapat Rp2 juta.
“Dana Rp2 juta itu terus dienggo [digunakan] apa? Paling-paling hanya pengadaan perlengkapan tertentu. DPK kalau untuk pembangunan masih berat, sehingga butuh ditambah,” tutur dia. Kun menyatakan DPK itu mestinya bisa ditingkatkan 100% atau dua kali lipat dari Rp13 miliar menjadi Rp26 miliar per tahun. Terpisah, Fasilitator Yayasan Solo Kota Kita, Fuad Jamil, menilai ada kesenjangan pembangunan di daerah Solo. Menurut dia, daerah-daerah pinggiran jarang tersentuh pembangunan karena alokasi dana pembangunan terpusat di perkotaan.
“Selain itu ada fenomena yang menarik di Solo ini. Sejumlah anggaran infrastruktur cenderung menurun dan terjadi tren kenaikan anggaran di sektor sosial dan budaya. Ini fenomena aneh. Justru kegiatan yang terkesan hanya menghabiskan anggaran diberi porsi besar. Kegiatan yang mengangkat potensi budaya lokal itu terkesan diada-adakan,” papar dia.