Esposin, SUKOHARJO -- Heni Budi Asmoro, perempuan buruh PT Tyfountex Indonesia menangis ketika menceritkan pengalaman pahitnya saat dirumahkan oleh perusahaan tempat dia bekerja.
Buruh Tyfountex asal Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah itu dirumahkan sejak September 2019 lalu. Dan sempat aktif bekerja pada Desember sebelum kembali dirumahkan.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Sel Tahanan Polres Sragen Overload, Begini Komentar Kemenkumham
Air mata Heni ditambah dengan pukulan kedua ketika sang suami meninggal dunia akibat sakit diabetes pada akhir tahun lalu. Ia selanjutnya harus berjuang sendiri demi ketiga anaknya, Maharani, yang menginjak Kelas XI SMAN 1 Kartasura, Adnan, yang baru lulus SDN Pucangan 5, dan Alinka, 4.
Dalam satu bulan, ia harus menyiapkan angsuran kredit bank senilai Rp1,5 juta, token listrik, dan biaya makan. Kini, pengeluaran bertambah dengan adanya biaya kuota Internet untuk kebutuhan belajar secara daring bagi dua anaknya, Maharani dan Adnan.
2 Gereja di Klaten Tengah Ini Bakal Dibuka Kembali untuk Peribadahan
“Saya sekarang bekerja ikut warung bebek sebagai pramusaji. Dapat penghasilan harian Rp50.000. Kalau dikumpulkan satu bulan beda. Lebih banyak penghasilan di Tyfountex dulu,” ungkap dia kepada Esposin beberapa waktu yang lalu.
Meski dirumahkan, buruh Tyfountex ini tetap memperjuangkan pendidikan untuk ketiga anaknya. Bahkan, bantuan sosial tunai (BST) yang diberikan oleh pemerintah, ia simpan untuk keperluan pendidikan anaknya.
Penyerang Novel Baswedan Dituntut Ringan, Istana: Bukan Salah Jokowi
“Saya dapat bantuan tunai langsung dari kantor desa pagi tadi. Uang itu saya simpan untuk persiapan sekolah baru Adnan. Pendidikan penting untuk anak-anak,” kata dia.
Berjualan Kerupuk
Kondisi yang tak jauh berbeda juga dialami oleh perempuan buruh Tyfountex lainnya, Niken Budiani. Perempuan asal Gagaksipat, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah itu rela berjualan kerupuk pasca dirumahkan oleh perusahaannya.Berbekal gaji 50 persen yang ia terima sebelum dirumahkan ditambahkan modal dari sang ayah, Niken memutuskan untuk berjualan kerupuk dengan cara berkeliling dengan mengayuh sepedanya.
Jaksa Anggap Penyerang Tak Sengaja, Novel Baswedan: Perlu Diajari Mahasiswa
Dia berjualan keliling dengan rute Desa Klodran, Desa Gajahan, dan sekitar Bandara Adi Soemarmo. Kerap melewati Pasar Gawanan dan melihat tidak ada penjual kerupuk, ia pun mencoba peruntungan dengan berjualan di depan pasar.
“Respons pasar bagus, pertama dapat Rp50.000, naik menjadi Rp100.000 per hari. Saya pilih jualan di sini terus,” kata dia kepada dia di depan Pasar Gawanan, Colomadu, Karanganyar, Sabtu (6/6/2020).
Benang Layangan Tewaskan Pengendara Motor, Camat Jebres Solo Kumpulkan Semua Lurah
Kebingungan Niken tak berhenti ketika dia dirumahkan. Ia semakin pusing setelah mengetahui sang suami yang bekerja di perusahaan yang sama, Ranang Anggoro, 39, juga dirumahkan per Mei. Keadaan bertambah genting ketika perusahaan tidak membayarkan upah semua buruh sejak April dan tak memberikan tunjangan hari raya (THR).
Padahal, Niken memiliki seorang anak yang menginjak Kelas XI Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan di salah satu SMK swasta, Gatra, yang belum membayar SPP selama tiga bulan terakhir senilai Rp750.000. Ia juga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyediakan fasilitas belajar dari rumah.
Hari Ini Dalam Sejarah: 13 Juni 1944, Pertempuran Villers-Bocage Meletus