Peneliti asal Australia ini memaparkan hasil penelitiannya yang mengungkap sisi gelap Indonesia dengan konsentrasi kekerasan anti-Tionghoa di Indonesia pada 1996-1999 lalu. Pada periode tersebut, Indonesia mengalami perubahan politik yang mengakibatkan jatuhannya rezim Orde Baru, dan kekerasan yang merebak hampir di seluruh kota besar, tak terkecuali di Solo.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Solo kala itu mengalami siklus kekerasan yang berlangsung 15 tahun sekali. Masyarakat Tionghoa hampir selalu menjadi korban utamanya. Pusat ekonomi Kota Solo yang didominasi toko milik masyarakat Tionghoa, habis dibakar massa.
“Ini tentu tidak boleh terulang kembali, siklus itu harus diputus, masyarakat harus menyadari bahwa kekerasan merupakan cara lain untuk membuat kita lupa akan persoalan yang sebenarnya dari negeri ini,” terang pengelola Balai Soedjatmoko Bentara Budaya Solo, melalui siaran pers yang diterima Esposin, Rabu (14/5/2014).
Bedah buku ini akan menyingkap keberadaan warga etnis Tionghoa, kedudukan mereka di tengah masyarakat, hingga tragedi kekerasan yang menimpa mereka beberapa tahun lalu.