Esposin, KLATEN -- Enam desa di Kabupaten Klaten mengalami krisis air bersih sebagai dampak kemarau yang sudah berlangsung kurang lebih dua bulan terakhir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten telah mengirimkan bantuan air bersih ke enam desa tersebut.
Mayoritas desa yang mengalami krisis air bersih itu berada di wilayah lereng Gunung Merapi. Berdasarkan data yang dihimpun Esposin, enam desa di tiga kecamatan itu sudah mendapatkan bantuan air bersih dari BPBD.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Berdasarkan data dropping air bersih per Kamis (27/7/2023), jumlah total air bersih yang didistribusikan keenam desa itu total sebanyak 99 tangki. Perinciannya, Desa Kendalsari 12 tangki, Sidorejo 27 tangki, Tlogowatu 21 tangki.
Kemudian Desa Tangkil 14 tangki. Desa-desa itu berada di Kecamatan Kemalang. Kemudian Desa Jambakan di Kecamatan Bayat sudah dikirimi 23 tangki air bersih dan Desa Jimbung di Kecamatan Kalikotes dikirim dua tangki air.
“Iya, mayoritas di daerah lereng Gunung Merapi. Untuk wilayah Bayat hanya di Jambakan,” kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Klaten, Rujedi Endro Suseno, saat berbincang dengan Esposin, Rabu (2/8/2023).
Soal anggaran untuk bantuan air bersih bagi desa yang mengalami krisis di Klaten, Rujedi menjelaskan dari APBD ada alokasi sekitar Rp160 juta. Anggaran itu diperkirakan cukup untuk menyalurkan bantuan air bersih sekitar 200 rit.
Ditemui sebelumnya, Kepala Desa (Kades) Tlogowatu, Suprat Widoyo, menjelaskan hampir seluruh keluarga atau 1.100 keluarga di desanya mulai membeli air bersih seiring menipisnya stok air di bak penampungan rumah mereka.
Harga air bersih per tangki antara Rp180.000-Rp200.000. Jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih keluarga kecil (terdiri empat orang) sekitar dua pekan.
Selain untuk konsumsi, mandi, serta mencuci, air bersih juga dibutuhkan untuk konsumsi ternak. Bantuan air bersih dari pemerintah melalui BPBD Klaten rutin diberikan ke desa tersebut.
Soal sumber air bersih, Suprat mengatakan ada satu sumber air berupa sumur dalam. Itu pun hanya bisa dimanfaatkan warga satu RW. Sementara di Tlogowatu ada 10 RW.
“Di balai desa juga ada sumur dalam. Tetapi kalau dinaikkan rentang lima menit air sudah habis. Tetapi tetap kami tampung dalam bak untuk diambil warga. Itu kedalaman sumur 280 meter,” kata Suprat.
Sementara itu, menurut informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bulan Juli-Agustus ini merupakan puncak musim kemarau di wilayah Jawa Tengah. Musim kemarau dimulai pada April dan Mei lalu dan untuk tahun ini termasuk kemarau kering.